"Angi yang berhembus tak dapat kugenggam, walau sejuknya dapat kurasakan!"
"Begitu pun ikrarmu pada keluguan rasaku, hanya mampu kunikmati buainya, tanpa mampu kudekap kerealitaannya."
Ucap seorang wanita paruh baya yang berdiri dengan api emosi yang menyala-nyala,
"Mungkin aku bisa memaafkanmu setelah luka ini tak lagi memerih, namun sungguh aku tak bisa berdiri mendampingimu, dengan ingatanku, atau dengan bayang-bayang orang lain yang meniduri ranjang rapuh hari-hari kita"
"Aku yakin kau mengerti jauh sebelum rahasiamu kupecahkan"
"Dan jauh dilubuk hatimu pun telah bersiaga dengan berisan-barisan argumen, yang membenarkan ingkarmu pada akad yg terucap."
"Sungguh aku tak ingin mendengar syair-syair alibimu, karena ak mengerti betapa kau telah menemukan cela disifatku"
Wanita paruh baya itu terus menyerang seorang laki-laki dihadapannya, tanpa memberi sedikit pun interval untuk lelaki itu melahirkan anak kata-kata,
dia terus memuntahkan semua amarahnya,dan dia terus meluapkan api emosi yang tak terpadamkan oleh badai salju sekali pun.
"Mungkin aku dapat mempertahankan marligai kisah kita, jika yang kau berikan adalah madu yang kau ambil dari kerajaan lebah ratu lain,"
"Tapi sungguh kau telah hancurkan aku, dengan menyuguhan aku madu yg kau ambil dari kerajaan lebah ratuku sendiri,"
"Aku takan mengizinkan kau untuk memohon maaf, karena telah kupotong lidahku agar tak bisa kuucap sepatah kata maaf untukmu"
Setelah wanita itu mengucapkan kata-kata terakhirnya ia pun berlalu pergi dengan sayap-sayap patahnya, dan dengan kepingan-kepingan hati,
Sedangkan lelaki itu hanya mematung dalam peluh ketakutan.
Jumat, 26 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar