Ini Tentang Kita

Seumpama kata tak lagi bermakna, datanglah dengan hanya tersenyum, karena itu lebih baik dari pada kau membukit salju.

Laman

Tampilkan postingan dengan label Ganden "daenk" dwinanto. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ganden "daenk" dwinanto. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 April 2010

"Dua Bola Matamu"

Ini tentang bening dua bola matamu
dan tentang bibir kecil yang hangatkan jiwaku
Entah mengapa tentang dua hal itu
aku ingin bercerita petang ini

Mungkin barisan-barisan sajak ini sederhana
tapi kuharap mampu menyentuh keindahan-keindahanmu
Setelah siang itu kau tak lagi menjadi fatamorgana
semua dahaga kerinduanku terobati oleh dua bola mata dan bibir kecilmu

Saat ini aku mampu menatap kembali duniaku
karena matamu...
Saat ini aku mampu kembangkan senyuman
karena bibir kecilmu...

dan sungguh kurasakan kembali keindahan hari-hariku
karena saat ini kumiliki dua bola mata dan bibir kecilmu

"Peri Kecil"

Senyum dibalik sayap berbulu rindu
mengikat erat luka mata bathin yang pilu
Kau menjelma saat dingin malam yang hitam mulai membalut kesendirian
membawa benjana tawa yang hangati sepiku

Dekapmu runtuhkan dinding hati yang beku
cairkan dinginnya keristal jiwaku
Kau padamkan emosi burung api dengan air mata kebahagiaan
dan sungguh kuyakini bahwa kau telah reinkarnasikan semua yang mati didalam hidupku.

FIRASAT

Akar ingkar mengganti rotan
syair anyir luka membusuk
Tatala mntari terganti rembulan
ragaku remuk punguk tercambuk

Puting susu kencang merayu
nafsu kelabu pejantan dungu
Tersekap pengap kelambu rindu
penis menegang dirahim waktu

Desahmu firasatku yang lugu
airmatamu peluhku yang rentan
Kau setubuhi derita musim salju
beranak angkara buruknya zaman

Tawamu isak tangisku kemarin
saat akhir ceritamu menusukku
Kelicikanmu akar sesalku yang berpilin
berbuah dusta bunga yang pilu.

Jumat, 02 April 2010

KEBENCIAN

Amarahmu adalah takdirku,
berwarna merah darah kebencian,
dan anyir seperti luka yang membusuk,

Ragaku adalah penampungan makimu,
maka kecuplah keheningan malam ini,dan kau jilati pekatnya,
Agar jiwamu tersadar,
bahwa akulah kebencianmu yang abadi,

Aku tak mampu taklukan emsimu,
tapi aku mampu kalahkan sadarmu,
Kau dapat menamparku dengan berangmu,
tapi kau takan mampu kalahkan rasaku,

Kau sebongkah emosi yang mendalam,
dendammu adalah karang yang karam,
Aku adalah samudera yang berang,
yang perlahan mengikis karang-karang hatimu,

Kebencianmu akanku bekukan hari-harimu,
Tapi aku memang amarahmu,
jadi bungkam hatimu, karena aku memang kebencianmu.

Sabtu, 27 Maret 2010

An-Nur (Penjaga cahaya)

Kotak hitam hati terkunci,
gelagat raga bercermin buram,
Desah membungkam suram,
lirih terpenjara sepi,

Relung berpalung renung,
mendung dibalik kerudung,
Saat langkah tersandung,
bukit khilaf menggunung,

Bersemedi dalam dzikir hati,
bertasbih cahaya dalam gelap dunia,
Jilbabkan ketulusan ilmu ikhlas,
besajadah jiwa mukena malam,

Airmata barisan doa-doa,
menadah kata sukma berbinar,
Wahay An-Nur pemilik segala cahaya,
terangi gua-gua bathin yang cadas tak terbias.

Hemmm...

Buka jendela hati,
nikmati hembus angin yang menyelinap disela-sela,
Kesejukan membius sukma,
raga menanti hangat kasih yang pergi,

Ditempat ini kau kurindu,
dilentiknya bulan sabit yang berpose indah,
Dikeremangan temaram,
dan dibawah bintang-gemintang yang genit berkedip,

Masih dengan raga ini aku menunggu,
dengan gulali tawa anak petani dusun,
Satu rasa dalam asa menantimu pulang,
membawa permata kasih yang cemerlang.

Petapa Hati

Rembulan tak bersolek, begitupun bintang,
dua kunang-kunang bercumbu dibalik batu,
Kerlap-kerlip air hujan didahan terbias syahdu,

Kuremas kata yang membekas,
suam-suam malam dibalik makna jiwa,
Anatomi raga lunglai tak lalai,
isyarat sukma bertopeng angsa putih meniti mimpi tak henti,

Hembus lirih sang bayu menembus kardus,
petapa hati berdoa suci,
hilang cinta, hilang rasa,
namun jiwa tak mati.

Jumat, 26 Maret 2010

Cinta = Sakit

"Angi yang berhembus tak dapat kugenggam, walau sejuknya dapat kurasakan!"
"Begitu pun ikrarmu pada keluguan rasaku, hanya mampu kunikmati buainya, tanpa mampu kudekap kerealitaannya."
Ucap seorang wanita paruh baya yang berdiri dengan api emosi yang menyala-nyala,

"Mungkin aku bisa memaafkanmu setelah luka ini tak lagi memerih, namun sungguh aku tak bisa berdiri mendampingimu, dengan ingatanku, atau dengan bayang-bayang orang lain yang meniduri ranjang rapuh hari-hari kita"
"Aku yakin kau mengerti jauh sebelum rahasiamu kupecahkan"
"Dan jauh dilubuk hatimu pun telah bersiaga dengan berisan-barisan argumen, yang membenarkan ingkarmu pada akad yg terucap."

"Sungguh aku tak ingin mendengar syair-syair alibimu, karena ak mengerti betapa kau telah menemukan cela disifatku"
Wanita paruh baya itu terus menyerang seorang laki-laki dihadapannya, tanpa memberi sedikit pun interval untuk lelaki itu melahirkan anak kata-kata,
dia terus memuntahkan semua amarahnya,dan dia terus meluapkan api emosi yang tak terpadamkan oleh badai salju sekali pun.

"Mungkin aku dapat mempertahankan marligai kisah kita, jika yang kau berikan adalah madu yang kau ambil dari kerajaan lebah ratu lain,"
"Tapi sungguh kau telah hancurkan aku, dengan menyuguhan aku madu yg kau ambil dari kerajaan lebah ratuku sendiri,"

"Aku takan mengizinkan kau untuk memohon maaf, karena telah kupotong lidahku agar tak bisa kuucap sepatah kata maaf untukmu"
Setelah wanita itu mengucapkan kata-kata terakhirnya ia pun berlalu pergi dengan sayap-sayap patahnya, dan dengan kepingan-kepingan hati,
Sedangkan lelaki itu hanya mematung dalam peluh ketakutan.

Cinta = Sakit

"Angi yang berhembus tak dapat kugenggam, walau sejuknya dapat kurasakan!"
"Begitu pun ikrarmu pada keluguan rasaku, hanya mampu kunikmati buainya, tanpa mampu kudekap kerealitaannya."
Ucap seorang wanita paruh baya yang berdiri dengan api emosi yang menyala-nyala,

"Mungkin aku bisa memaafkanmu setelah luka ini tak lagi memerih, namun sungguh aku tak bisa berdiri mendampingimu, dengan ingatanku, atau dengan bayang-bayang orang lain yang meniduri ranjang rapuh hari-hari kita"
"Aku yakin kau mengerti jauh sebelum rahasiamu kupecahkan"
"Dan jauh dilubuk hatimu pun telah bersiaga dengan berisan-barisan argumen, yang membenarkan ingkarmu pada akad yg terucap."

"Sungguh aku tak ingin mendengar syair-syair alibimu, karena ak mengerti betapa kau telah menemukan cela disifatku"
Wanita paruh baya itu terus menyerang seorang laki-laki dihadapannya, tanpa memberi sedikit pun interval untuk lelaki itu melahirkan anak kata-kata,
dia terus memuntahkan semua amarahnya,dan dia terus meluapkan api emosi yang tak terpadamkan oleh badai salju sekali pun.

"Mungkin aku dapat mempertahankan marligai kisah kita, jika yang kau berikan adalah madu yang kau ambil dari kerajaan lebah ratu lain,"
"Tapi sungguh kau telah hancurkan aku, dengan menyuguhan aku madu yg kau ambil dari kerajaan lebah ratuku sendiri,"

"Aku takan mengizinkan kau untuk memohon maaf, karena telah kupotong lidahku agar tak bisa kuucap sepatah kata maaf untukmu"
Setelah wanita itu mengucapkan kata-kata terakhirnya ia pun berlalu pergi dengan sayap-sayap patahnya, dan dengan kepingan-kepingan hati,
Sedangkan lelaki itu hanya mematung dalam peluh ketakutan.

Brrrrrr....!!!

Belah lah kerinduan malan ini,
dengan belatu kedewasaan yang tajam terasah,
Kupas kuli-kulit tipis kesunyian,
agar keremangan temaram tak kelam,

Sadari rahasia yang menganga,
memejamkan mata begitu sulit melilit,
Aroma kemuning yang bebas dari kuncup,
akan mengilhami atmosfir tanpa akhir,

Biarkan rembulan menutup diri,
kegelapannya takan mempengaruhi kekhusuan,
Masuki maknanya lebih dalam,
agar kau tenggelam oleh indahnya kesendirian,

Paku-paku tak berpalu menunggu,
kedatanganmu untuk sekedar menancapkan rindu,
Duri sembilu diluka yang membiru,
semoga masih cairkan segumpal daging yang beku,

Tersadar lah dari lamunan,
berjalan lah mengikuti jejak-jejak hatimu,
agar pedang pendirian tak lagi goyah.

Brrrrrr....!!!

Belah lah kerinduan malan ini,
dengan belatu kedewasaan yang tajam terasah,
Kupas kuli-kulit tipis kesunyian,
agar keremangan temaram tak kelam,

Sadari rahasia yang menganga,
memejamkan mata begitu sulit melilit,
Aroma kemuning yang bebas dari kuncup,
akan mengilhami atmosfir tanpa akhir,

Biarkan rembulan menutup diri,
kegelapannya takan mempengaruhi kekhusuan,
Masuki maknanya lebih dalam,
agar kau tenggelam oleh indahnya kesendirian,

Paku-paku tak berpalu menunggu,
kedatanganmu untuk sekedar menancapkan rindu,
Duri sembilu diluka yang membiru,
semoga masih cairkan segumpal daging yang beku,

Tersadar lah dari lamunan,
berjalan lah mengikuti jejak-jejak hatimu,
agar pedang pendirian tak lagi goyah.